Langsung ke konten utama

Filosofi Wiji Thukul, Yang Kecil Namun Bertumbuh — Versi Bapakku.

Ilustrated by Bambang Nurdiansyah

Dulu, Bapak selalu bilang kalau aku adalah benih. Sementara, saudara laki-lakiku yang lain adalah tanaman dalam pot. Dan hal itu adalah satu yang tertambah kedalam daftar berisi ketidakmengertianku akan hidup. Sama halnya seperti kenapa Hukum III Newton tidak pernah benar-benar terjadi dalam keseharian? Kenapa yang berjuang tidak melulu mendapatkan hasil yang sepadan? Tak selamanya aksi berbanding lurus dengan reaksi, karena hidup selalu berisi kemungkinan-kemungkinan yang bisa jadi kabar baik atau bahkan sebaliknya bagi seseorang. Pada akhirnya, Teori Relativitas milik Mbah Einstein-lah yang selalu memenangkan pertandingan.
Dulu, Bapak selalu bilang kalau aku adalah benih. Katanya, aku akan sering merasa amat kecil dan tidak tahu akan tumbuh sebagai apa. Akan merasa sendirian dan tertimbun beban-beban. Akan merasa terkurung dalam sesuatu yang tak lain adalah bagian dari diriku sendiri. Sementara, saudara laki-lakiku yang lain adalah tanaman dalam pot. Sudah dipersiapkan dengan segala amunisi untuk bertahan dan bertumbuh. Merasa memiliki kebebasan, padahal Ia tak pernah luput dipelihara, tak benar-benar tumbuh dan merambat kemana-mana. Ia disitu saja, dalam pot kecil yang dinamai sebagai dunia.

“Sebagian dari kita, umat manusia, memang ditakdirkan menjadi Wiji Thukul — biji tumbuh. Yang meski tak pandai menulis puisi, tapi adalah tetap seorang pejuang bagi diri sendiri. Yang menolak diperlakukan tak adil dan memutuskan untuk menantang hidup dengan gagah berani.”

Menjadi Wiji Thukul yang tak lagi melawan rezim-rezim dan kekuatan tangan besi. Namun, lebih dari itu — berperang mengalahkan keterbatasan dan perdebatan dalam dada masing-masing.
Lawan!
Meski hidup seringkali tidak memihak. Meski sandar tak menemukan pundak.
Lawan!
Meski logika selalu mempertanyakan, tapi nurani tetaplah baik dan penuh keyakinan.
Lawan!
Meski rasa takut sudah sampai di ubun-ubun. Meski tak ada yang menyeka air dari mata.
Barangkali, ini adalah cuaca November yang membuat aku menjadi anak kecil rawan pecah tangisnya. November yang hujan dan menggenang. November yang penuh keluhan tentang flu dan meriang. Namun, kata Bapak, ini juga adalah November yang sempurna bagi benih-benih untuk bertumbuh, menggapai-gapai Januari yang tinggal semusim tanam. Rajin-rajinlah menyirami diri dan segera pecahkan dormansi, dibantu sinar matahari. Lalu nanti, selepas musim hujan reda, jadilah kuat untuk dibenamkan dan tumbuh berkali-kali — dimana-mana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Seorang Introvert

Pertama, tulisan ini ku buat atas dasar keresahan dan sebagai bentuk kepedulian bagi mereka yang masih sering meng- underestimate  kemampuan orang lain dan men-" judge book by its cover ". Oke, gini deh sebagai orang yang paling sering dihakimi selaku gabuters (istilah alay untuk orang yang 'gaji buta' alias nggak produktif dalam menjalani hari-harinya) aku merasa perlu untuk mengklarifikasi bahwa diam itu tidak berarti gabut, kenapa harus di-bold? yaa sebagai penekanan statement aja maksudnya. Namun "diam" disini perlu diberi tanda kutip dan biar kujelaskan rinciannya biar tidak menimbulkan salah paham. Setiap orang pasti punya mimpi dalam hidup, dan mimpi itu disusun atas dasar tujuan untuk menjadikan dirinya bergerak ke arah yang lebih baik. Banyak orang yang terang-terangan bicara tentang impian, cita-cita, target hidup, resolusi dan blablabla-nya terhadap orang lain. No problem, karakter orang beda-beda dan mungkin orang tersebut adalah penyandang

Catatan Harian Seorang Biasa

Sumedang, 24 Februari 2016 Siang ini jadi basah karena habis diguyur hujan, genangannya dimana-mana, mencipratkan jejak-jejak tanah yang terbawa tidak sengaja. Setelah berminggu-minggu menghilang, walaupun sebenarnya tetap ada. Aku merasa perlu untuk kembali dan berkomitmen memenuhi hasratku pada menulis. Terinspirasi oleh Bung Fiersa Besari yang baru saja ku ‘kenali’ lewat akun instagramnya beberapa hari yang lalu. Dimana Ia gemar untuk membagi cerita tentang kesehariannya yang mengalir bagai air, yang damai, yang apa adanya dan yang dinikmati itu dalam bentuk tulisan sederhana atau biasa Ia sebut jurnal. Sungguh, itu membikin aku iri! Maka terlahirlah tulisan ini. Yang cenderung akan ada keluh kesah didalamnya, ada juga opini pribadi yang harus dimaklumi jika memang akan selalu didapati kesalahan didalamnya. Sebuah catatan harian yang biasa-biasa saja—yang dari ini kuharap aku akan mampu membuatku mengenali diri dan perjalanan hidupku dari hari ke hari. Namun jika ada pe

Monday Inspiring #1 : Serunya Komunitas Galeri Jalanan di Kota Tasikmalaya

Selamat hari Senin, semoga engkau tidak membencinya seperti yang lain! J Meme Anti Hari Senin yang Banyak Beredar Kita paham betul kalau banyak orang yang terprovokasi untuk ikut-ikutan kampanye ANTI HARI SENIN secara langsung atau tidak langsung, buktinya dengan peredaran jargon ataupun meme yang mengidentikan hari Senin/ Monday sebagai Monster Day dan blablabla lainnya di sosial media yang menurutku pribadi seolah menstimulasi dan membentuk opini publik untuk merasa benci bahkan bermalas-malasan dalam menjalani hari Senin. Kalau dibiarkan begitu saja, takutnya kampanye anti hari Senin ini akan berlarut-larut dan membentuk kepribadian bangsa ini—generasi muda khususnya. Entahlah mungkin terdengar berlebihan dan terkesan membesar-besarkan masalah, tetapi tanpa bermaksud menyinggung pihak manapun aku merasa perlu untuk memerangi hal semacam ini dengan melakukan gerakan perlawanan. Nah, atas dasar kekhawatiran itu aku terinspirasi untuk membentuk satu gerakan yang kuberi tajuk Mo