Langsung ke konten utama

Postingan

Filosofi Wiji Thukul, Yang Kecil Namun Bertumbuh — Versi Bapakku.

Ilustrated by Bambang Nurdiansyah Dulu, Bapak selalu bilang kalau aku adalah benih. Sementara, saudara laki-lakiku yang lain adalah tanaman dalam pot.  Dan hal itu adalah satu yang tertambah kedalam daftar berisi ketidakmengertianku akan hidup. Sama halnya seperti kenapa Hukum III Newton tidak pernah benar-benar terjadi dalam keseharian? Kenapa yang berjuang tidak melulu mendapatkan hasil yang sepadan? Tak selamanya aksi berbanding lurus dengan reaksi, karena hidup selalu berisi kemungkinan-kemungkinan yang bisa jadi kabar baik atau bahkan sebaliknya bagi seseorang. Pada akhirnya, Teori Relativitas milik Mbah Einstein-lah yang selalu memenangkan pertandingan. Dulu, Bapak selalu bilang kalau aku adalah benih. Katanya, aku akan sering merasa amat kecil dan tidak tahu akan tumbuh sebagai apa. Akan merasa sendirian dan tertimbun beban-beban. Akan merasa terkurung dalam sesuatu yang tak lain adalah bagian dari diriku sendiri. Sementara, saudara laki-lakiku yang lain adalah tanaman
Postingan terbaru

#MondayInspiring2 [AGROSCHOOLING IAAS LC UNPAD 2016 : Nutrious Seeds for a Sustainable Future featuring ChilliPadi Academy]

MONDAY IS COMING!! Okay ini telat, dan sengaja di capslock untuk menimbulkan kesan mendramatisir. Yang jelas hari Senin datang lagi dan itu artinyaaaa—kemarin adalah hari Minggu (hmm maaf gaje) . Nah, dalam rangka membangkitkan semangat anak bangsa dalam menyongsong awal pekan supaya tetap membara dan menggelora—aku yang sejujurnya masih belum move on dari kejadian luar biasa yang terjadi di akhir pekan kemarin akan sedikit membagi seberkas keseruan yang semoga saja dapat menjadi inspirasi bagi kamu yang disitu, juga kamu yang disana untuk lebih produktif dan tidak berleha-leha dalam menyambut hari Senin, yeay! Menurut sudut pandang mahasiswa semester 2 yang nyaris frustasi dikejar deadline tugas kuliah karena masih memakai SNS (re : Sistem Nugas Semalam) menyatakan bahwa akhir pekan adalah saat yang paling tepat untuk nugas bersantai ria, jalan-jalan gak jelas, bermalas-malasan di kostan, atau ‘mati suri’ seharian dengan hanya berbaring diatas tempat tidur dan tidak melakukan

Catatan Harian Seorang Biasa

Sumedang, 24 Februari 2016 Siang ini jadi basah karena habis diguyur hujan, genangannya dimana-mana, mencipratkan jejak-jejak tanah yang terbawa tidak sengaja. Setelah berminggu-minggu menghilang, walaupun sebenarnya tetap ada. Aku merasa perlu untuk kembali dan berkomitmen memenuhi hasratku pada menulis. Terinspirasi oleh Bung Fiersa Besari yang baru saja ku ‘kenali’ lewat akun instagramnya beberapa hari yang lalu. Dimana Ia gemar untuk membagi cerita tentang kesehariannya yang mengalir bagai air, yang damai, yang apa adanya dan yang dinikmati itu dalam bentuk tulisan sederhana atau biasa Ia sebut jurnal. Sungguh, itu membikin aku iri! Maka terlahirlah tulisan ini. Yang cenderung akan ada keluh kesah didalamnya, ada juga opini pribadi yang harus dimaklumi jika memang akan selalu didapati kesalahan didalamnya. Sebuah catatan harian yang biasa-biasa saja—yang dari ini kuharap aku akan mampu membuatku mengenali diri dan perjalanan hidupku dari hari ke hari. Namun jika ada pe

Monday Inspiring #1 : Serunya Komunitas Galeri Jalanan di Kota Tasikmalaya

Selamat hari Senin, semoga engkau tidak membencinya seperti yang lain! J Meme Anti Hari Senin yang Banyak Beredar Kita paham betul kalau banyak orang yang terprovokasi untuk ikut-ikutan kampanye ANTI HARI SENIN secara langsung atau tidak langsung, buktinya dengan peredaran jargon ataupun meme yang mengidentikan hari Senin/ Monday sebagai Monster Day dan blablabla lainnya di sosial media yang menurutku pribadi seolah menstimulasi dan membentuk opini publik untuk merasa benci bahkan bermalas-malasan dalam menjalani hari Senin. Kalau dibiarkan begitu saja, takutnya kampanye anti hari Senin ini akan berlarut-larut dan membentuk kepribadian bangsa ini—generasi muda khususnya. Entahlah mungkin terdengar berlebihan dan terkesan membesar-besarkan masalah, tetapi tanpa bermaksud menyinggung pihak manapun aku merasa perlu untuk memerangi hal semacam ini dengan melakukan gerakan perlawanan. Nah, atas dasar kekhawatiran itu aku terinspirasi untuk membentuk satu gerakan yang kuberi tajuk Mo

Catatan Seorang Introvert

Pertama, tulisan ini ku buat atas dasar keresahan dan sebagai bentuk kepedulian bagi mereka yang masih sering meng- underestimate  kemampuan orang lain dan men-" judge book by its cover ". Oke, gini deh sebagai orang yang paling sering dihakimi selaku gabuters (istilah alay untuk orang yang 'gaji buta' alias nggak produktif dalam menjalani hari-harinya) aku merasa perlu untuk mengklarifikasi bahwa diam itu tidak berarti gabut, kenapa harus di-bold? yaa sebagai penekanan statement aja maksudnya. Namun "diam" disini perlu diberi tanda kutip dan biar kujelaskan rinciannya biar tidak menimbulkan salah paham. Setiap orang pasti punya mimpi dalam hidup, dan mimpi itu disusun atas dasar tujuan untuk menjadikan dirinya bergerak ke arah yang lebih baik. Banyak orang yang terang-terangan bicara tentang impian, cita-cita, target hidup, resolusi dan blablabla-nya terhadap orang lain. No problem, karakter orang beda-beda dan mungkin orang tersebut adalah penyandang

Sebuah Tulisan Lama

Tegar             Pagi itu dedaunan masih basah diselimuti embun, dinginnya begitu nyata menusuk-nusuk kulitku saat ku dengar sesuatu membuyarkan lamunan. Brakk ! suaranya samar terdengar berasal dari samping rumahku, tak lama diikuti teriakan dari seorang bocah laki-laki yang tak asing lagi bagiku. Perlahan, aku mengendap-ngendap menuju kegaduhan yang mengusik pagiku. “Sudah ku bilang jangan kau makan jatah milik kakekmu ! Makanya jadi anak jangan badung, dasar tidak tau diri, ibumu jauh-jauh pergi ke Saudi hanya untuk menghidupi anak sepertimu! Lihat sekarang kakekmu marah” bentak seorang wanita tengah baya dengan pakaian lusuh dan koyo tertempel persis di kedua pelipisnya, dan batang rotan ditangan kanannya. Ia adalah neneknya.             Bocah laki-laki itu diam, tertunduk, mendekap kedua belah kakinya. Aku melihat luka disana, bukan hanya bekas pukulan rotan dikaki, namun juga hentakan yang persis dihatinya, melukainya. Aku melihat matanya mengarah kepadaku, lalu te