Sumedang, 24 Februari 2016
Siang ini jadi basah karena habis
diguyur hujan, genangannya dimana-mana, mencipratkan jejak-jejak tanah yang
terbawa tidak sengaja. Setelah berminggu-minggu menghilang, walaupun sebenarnya
tetap ada. Aku merasa perlu untuk kembali dan berkomitmen memenuhi hasratku
pada menulis.
Terinspirasi oleh Bung Fiersa
Besari yang baru saja ku ‘kenali’ lewat akun instagramnya beberapa hari yang
lalu. Dimana Ia gemar untuk membagi cerita tentang kesehariannya yang mengalir
bagai air, yang damai, yang apa adanya dan yang dinikmati itu dalam bentuk
tulisan sederhana atau biasa Ia sebut jurnal. Sungguh, itu membikin aku iri!
Maka terlahirlah tulisan ini. Yang cenderung akan ada keluh kesah
didalamnya, ada juga opini pribadi yang harus dimaklumi jika memang akan selalu
didapati kesalahan didalamnya.
Sebuah catatan harian yang
biasa-biasa saja—yang dari ini kuharap aku akan mampu membuatku mengenali diri
dan perjalanan hidupku dari hari ke hari.
Namun jika ada pelajaran yang
merasa perlu kau ambil, kenapa tidak? Akan ada rasa senang dan terimakasih
untuk itu!
Sempat terlalu tinggi
berekspektasi. Sempat terlalu sibuk untuk memperbaikki diri. Sempat begitu
tutup telinga pada opini. Sampai akhirnya disadarkan bahwa sejatinya hidup
adalah bukan tentang apa yang kita bayangkan, melainkan apa yang kita jalani.
Saat ini.
Dan mari bicara tentang
kegagalan.
Iya. Betapa aku menuliskan ini
semua dengan tujuan menguatkanku sendiri atas apa yang kini disebut sebagai
bagian kecil dari sebuah takdir. Selalu, kegagalan membawa rasa sakit—sedikit atau
banyak, pun membawa kecewa yang teramat atau sekilas saja. Terserahmu
menyikapinya.
Teruntuk kali ini, sejujurnya aku
bingung untuk bersikap. Setelah semua argumen dan perdebatan yang kemarin itu,
tak mudah rasanya untuk berdamai sedikit saja dengan diriku. Tak mudah untuk
memberi maaf atas ketidakmampuan untuk memenuhi target hidup yang ‘ideal’
itu—yang kemarin masih mampu untuk diperjuangkan.
Katanya, idealisme seringkali membikin kita lupa untuk bersyukur.
Namun siapa yang tahu arti ‘syukur’ yang sesungguhnya? Apakah syukur itu adalah
berhenti berjuang karena merasa sudah mendapati yang terbaik? Apakah syukur itu
adalah ber-hamdallah saat bersenang
hati?
Kita semua punyai definisi
‘syukur’ masing-masing. Tak perlu saling menghakimi.
Baru saja kuseduh kopi, asapnya
masih mengepul. Ingin ku tiup biar jadi dingin, tapi aku sukanya kopi
panas—makanya kubiarkan saja, biar saat jadi hangat—menjadi siap untuk diminum—dengan
sendirinya.
Hari ini merasa ditampar keras
sekali! Kegagalan memang pahit adanya—tak mampu disembunyikan. Betapa dengan
tinggi hatinya aku kemarin menganggap rendah orang lain, hanya karena aku
merasa sudah punyai pengalaman. Ah! Dan dengan berani-beraninya aku berbicara
tentang komitmen—tanpa aku tahu bahwa yang sesungguhnya kulakukan hanyalah
pembenaran atas kelakuanku—atas keputusanku yang berlandaskan kebebasan dan
hasrat ingin, juga dengan kedua telinga yang kubuat tidak mendengar.
Dan hari ini, dengan tanpa merasa
bersalah—justeru aku menyalahkan sikap orang lain yang kuanggap salah dan
semena-mena kepadaku. Benar-benar tidak tahu diri.
Begitulah, anak muda—termasuk aku,
memang seringkali merasa harus untuk dimaklumi atas labil emosinya, atas
dangkal pemikirannya dan atas hal-hal lain yang katanya Ia lakukan demi
kebaikan.
Jangan disalahkan, namun juga
jangan terlalu banyak dimengerti. Biar mengerti, bahwa hidup memang sejatinya
begini. Perlu air mata dan kesedihan, perlu luka dan tekanan, perlu beban dan
tanggung jawab, perlu dicaci agar introspeksi, perlu direndahkan agar berkuat
hati, dan perlu salah untuk proses menjadi benar.
Selamat menikmati masa-masa yang
dianggap sulit—padahal tidak seburuk itu.
Selamat bangkit kembali setelah
jatuh sendiri dan berkali-kali
Selamat bangun dari mimpi—dan beraksi!
Terus bercerita, terus berbagi ilmu, terus bermimpi juga kak :)
BalasHapusiya! kamu juga yaa :)
HapusGila, banyak banget pasannya. Sampai nggak tau harus komentar apa...
BalasHapusuwh hahaha komentar apa aja deh bebas
HapusBaca pos ini seperti baca novel.
BalasHapusKata-katanya kayak di buku buku novel :D
Pelajaran bahasa indonesia gue cuma dapet 6 di rapor :D ahahahakkk -_-
Keren nih.
duh jadi seneng deh :" makasih lho yaaa udah mampir
HapusKeren gini tulisannya. Setuju, sama diatas kayak berasa baca novel. Semoga tetap konsisten nulislah. Sayang kalo jarang jarang
BalasHapusMakasih lho, bang. Semoga bisa tetep konsisten nulis :))))
Hapusih yasmina keren benget, jadi ngefans deh..
BalasHapusMakasih, oppa :))
HapusKeren deh Yasmin. Tapi emang gitu, sih, orang-orang. Kebanyakan suka judge ini-itu duluan. Bahkan suka merasa lebih hebat, hanya karena lebih tua atau udah banyak pengalaman. Padahal, ya gak bisa gitu. :)
BalasHapusOrang-orang yg sibuk mengomentari hidup orang lain mungkin bosan sama hidupnya sendiri :)
HapusKeren teh yasmina:) Sering nulis sama sering upload ya hehe
BalasHapusIH AKU BARU LIAT DEK :") terimakasi banyak sudah membacaaaa
Hapusbagus catatannya kak
BalasHapusterimakasih kak :)
Hapus